Sebuah Keterasingan bernama NAM

Tulisan di rubrik Kampus HU Pikiran Rakyat hari ini sungguh menggugah. Tulisan tersebut mengangkat kajian utama mengenai New Age Movement (NAM). Sebelumnya, saya merasa asing dengan istilah tersebut, namun setelah dibaca lebih mendalam sampai tuntas, baru saya mengerti. Dan… tersadar bahwa tulisan itu menggugah ingatan lama tentang pengalaman menjadi seorang yang pernah berkecimpung di dunia training.

Tulisan hasil reportase Kang Fatih Zam itu memang “gue banget”, ternyata keterasingan yang pernah saya rasakan terbukti.

Begini tulisan saya yang “menceracau” tentang NAM itu:

Galau itu kurasakan kembali. Di satu kondisi aku berdiri bersandar pada dinding yang dingin. Membeku oleh kepalsuan realita. Terasing di tengah hiruk-pikuk manusia yang tengah menjalani seremonial dunia retorika. Aku terpekur memegang kamera. Benda yang selalu memotret fenomena, membingkai dunia dengan lensa, menangkap cahaya apa adanya. Kamera itu masih berfungsi hingga kini. Kumiliki ribuan foto yang tersimpan rapi dalam direktori. Alam, suasana kota, manusia, gambaran emosi, semuanya ada. Meski begitu, aku tak lelah mencari angle yang berbeda, mewakili harmoni dalam hatiku.

Namun harmoni itu kian memudar. Menyusut seiring kejengahan diri pada realitas semu di hadapan. Sungguh lelah. Lelah dengan retorika, lelah dengan teknis kegiatan manusia, semu berjangka pendek, dan orientasi bisnis semata. Kusaksikan kameraku menangkap bayangan manusia dengan setumpuk wacana, dialog formalitas yang itu-itu saja. Audiens, pembicara, sudut ruangan yang membisu. Aku terasing. Ini bukan duniaku.

Betapa jengah saat kuamati mentalitas manusia diuji hanya pada satu waktu seremoni, menguji daya ingat, menguji spiritualitas dengan satu kali pelatihan seharga kantong tebal orang-orang kaya. Mungkin bagi orang tak punya harga pelatihan itu cukup untuk mereka makan berbulan-bulan. Sungguh tak adil rasanya, menjadi sukses hanya dengan ikut seminar, pelatihan ini-itu. Just it? No!!! For me, All is business. Hanya keuntungan dan kepentingan.

Maafkan aku. Aku tak bisa lagi terlibat dalam dunia yang tak bisa kuberikan celah sedikit pun di hati ini. Aku tak menafikan rasa enjoy kalian yang begitu easy going  menjalani semuanya. Tapi aku, tak bisa! Tak bisa membohongi diri sendiri. Bagiku menjadi sukses bukanlah itu. Bukan memiliki gelar ahli mempengaruhi manusia, bukan memiliki setumpuk sertifikat bergengsi seminar-seminar berkelas, bukan! Aku hanya ingin menjalani pelatihan tanpa kursi-kursi berderet, tanpa ruangan ber-AC, tanpa makanan parasmanan yang mahal. Aku hanya ingin berlatih, bukan pelatihan formal. Berlatih tanpa henti di zona nyata dengan durasi tak terbatas, hingga Sang Pemilik Waktu tak memberikanku ruang lagi untuk bernafas.

Nah, begitulah yang saya rasakan. Betapa sebuah training belum tentu menjamin kualitas hidup seseorang. Bahkan seperti yang dikatakan Bpk. Bambang Trimansyah dalam wawancara dengan redaksi Kampus PR, saat ditanya tentang sisi positif dan negatif training-training NAM, “Wah, saya tidak melihat sisi positifnya karena kalau kita perlukan motivasi religi, Islam cukup memberikan ruang untuk bertumbuhnya motivasi itu tanpa perlu ditambah-tambahi dengan unsur dari agama lain atau pemikiran lain.” Saya sadar, pernah mengalami sebuah training yang di dalamnya terdapat sesi meditasi/ Yoga yang notabene berasal dari agama di luar Islam. Kata-kata bombastis meluncur dari sang trainer, berusaha meyakinkan kalau kita berpikir bisa, kita akan bisa.

Oiya, Ibu saya pernah membicarakan tentang training yang diadakan di kelurahan tempat saya tinggal. Pematerinya bilang, “Kalau kita percaya, segala sesuatu akan tercapai.” Ibu saya merasa aneh karena pertemuan kali itu pemateri tak jarang mengutip ayat Al-Qur’an namun juga mengutip pemikiran aneh yang tak masuk di akal. Intinya, tentang aura kesuksesan. “Kalau kita ingin mobil atau umrah, segala sesuatu yang kita pikirkan, pasti tercapai,” kata sang pemateri. Memang sekilas, tak ada yang salah dengan kalimat tersebut. Namun, pemateri yang mengangkat keunggulan otak itu sangat sedikit mengikutsertakan topik tentang keimanan pada Allah. Seakan-akan di sini, yang menentukan suksesnya hidup seseorang hanya otak dan aura kepribadiannya, tanpa campur tangan takdir Allah.

Mengutip kalimat dari tulisanKang Fatih Zam, “Menggeneralisir semua training/seminar pengembangan diri, buku-buku motivasi dll sebagai gerakan NAM juga tidak bijak.” Yupz, tidak semua training berbentuk sebagai agen NAM. Sssttt, memang sebenarnya NAM itu apa sih? Pada dasarnya, NAM memandang bahwa Tuhan adalah satu kekuatan, kesadaran atau energi alam semesta yang tidak berpribadi. Juga dari sisi akidah, Low of Attraction juga jelas berhukum syirik karena menyekutukan Allah.

Tentunya semua kembali pada pilihan kita masing-masing. Saat berbagai informasi telah disodorkan atas fakta-fakta yang terungkap, maka ada baiknya kita mempertimbangkan langkah yang bijak atas pilihan hidup ke depan.

6 Comments Add yours

  1. dedi berkata:

    Sesuai dengan yang dirasakan banget tulisannya….hehehehehe……………….jun kupas tuntas dimana hal positif training dan negatifnya, terus training mana yang sekiranya menurut kupasan ijun lumayan………riques iyeu mah……analisis

    Suka

    1. jundiurna92 berkata:

      hal positif dan negatif yah.. heu. tiasa sih abi nganalisis, tapi kedah ngiringan training nu sanes sebagai perbandingan.. pami nganalisis ti satu lembaga, pasti analisis na sempit, karena t tiasa dipukul rata kan.. Selamat memilah dan memilih, 🙂

      Suka

  2. Yoga berkata:

    Emang hubungan New Age jeung training teh palebah mana? sakaapal ku sayah mah New Age teh semacam gerakan alternatif keagamaan. Maranehna boga anggapan yen agama-agama nu aya geus teu bisa nyumponan pangabutuh spiritual pikeun manehna. Pami teu lepat New Age populer di barat, lolobana orang barat nu geus ngajeroan agama hindu, tuluy pas ka barat nyieun gerakan spiritual nu dingaranan New Age. New Age sempet booming sabab pangagemna loba artis Hollywood.

    Ku marakna training-training nyirikeun yrn rakyat enonesia teh ngidap panyakit inferiority complek. Tuluy bagi trainer, ieu jadi lahan pekerjaaan nu menjanjikan. Padahal can puguh bisa sukses nu ngiluan training, jelema-jelema percaya we, wani mayar sabaraha bae oge. Dimimitian ku Ary Ginanjar (SQ) training mulai populer, tuluy diperkuat ku Mario Teguh. Maranehna kabobodo ku omongan para trainer, sahingga maranehna boga anggapan yen Spiritualitas, sikep ikhlas, solat khusyu, sukses berorganisasi, bisa dibeuli ku duit ku jalan ngiluan training, lain kujalan Riyadloh. haha

    Ka para trainer, niat sharing elmu mah teu kudu daek dibayar, share we secara cuma-cuma. Eta oge mun ngaku nu ngarana trainer pasti sukses. Kalolobaana pan, trainer bisa dahar ku jalan ngayakeun training, nya kapaksa elmu nu disharingkeuna kudu dibayar. haha

    Suka

    1. jundiurna92 berkata:

      nya ieu mah bagi2 weh pangalaman.. tah keterasingan na mah asa nyambung jeung istilah NAM, menurut saya mah. tapi da, kan mereun t bisa digeneralisir oge.. Inferiotiy complex.. istilah nu saya kenal ti mu’allimin tapi rasa samar2 pahamna kumaha, ayeuna mah tos ngartos.. heu nuhun a oga tos komen..

      Suka

  3. pengikatsurga berkata:

    keren artikelnya, iya NAM tuh halus, berbahaya tapi halus, dia adalah campur baur antara yang tampak baik dengan dogma salah, nanti inshaallah klo udah bikin analisa NAM yg rada lengkap kita sharing lagi ya, salam ukhuwah

    Suka

    1. jundiurna92 berkata:

      Nuhuun sudah berkunjung. Salam ukhuwah juga…
      Masih perlu banyak referensi pengalaman untuk mempertajam analisanya.
      Wallahu a’lam bishawab.

      Suka

Silahkan komentar, senang bisa berbagi :-)