Berdua, Berbeda, dan Bermakna

Kita berdua saling menundukkan kepala saat penghulu datang dan kau begitu fasih merapalkan janji suci kita. Kita berdua mulai menapaki hidup baru saat itu. Jarak puluhan kilometer yang kian terbentang sebelumnya antara Bandung-Ciwidey kini hanya beberapa senti saja antara kita berdua. Dan syukurku terucap saat ini meski kemudian terhidang realita bahwa kita beda.

Ya, kita berbeda. Aku abstrak, kau detail. Aku visual, kau auditorial-kinestetik. Aku yang cenderung serius, kau yang selalu santai bergurau. Entah beberapa kali kesalahpahaman itu datang karena perbedaan kita. Dan semenjak kita berdua sangat dekat, aku mudah tersinggung dengan hal yang sepele. Kemudian aku belajar menekuri diri. Melihat berbagai perbedaan yang ada menjadi bermakna.

Aku mengenalmu dengan cinta. Tapi tak cukup dengan itu ternyata. Aku mengenalmu dengan hati. Tapi tak cukup memberi arti. Aku mengenalmu dengan harapan memperbaiki diri di hadapan-Nya. Dan itu lagi-lagi menambah daftar syukurku sejak kita terikat dalam janji-Nya.

Dalam santainya dirimu, kau selalu menyimak setiap jengkal hidupku. Memberiku arahan dengan hati-hati karena tahu aku begitu sensitif. Membuatku bahagia dengan kasih sayang tercurah dari berbagai perbedaan itu. Sungguh, kali ini aku banyak belajar dari perbedaan antara dua anak manusia. Karena berbeda, bukan berarti kita tak bisa bersama. Karena perbedaan itulah yang membuat kita berjuang untuk saling berbagi, melengkapi, menutupi kekurangan masing-masing.

Kita berdua, berbeda, dan bermakna
Kita berdua, berbeda, dan bermakna

Ihsan Fadillah… My Jauzi. 🙂

Silahkan komentar, senang bisa berbagi :-)