Letupan Kekesalan

Letupan Kekesalan

Kepalaku pening. Tangan yang terkepal, ingin ku tinju apa yang ada dihadapanku. Untuk sekedar melampiaskan kekesalan yang kurasa. Mungkin inilah dimana diri mencapai titik didih. Sungguh, aku tak bisa lagi bersembunyi di balik ketenangan, mengembangkan senyum di balik kekecewaan. Saat ini aku seperti teko mendidih yang meletup-letup, melemparkan uap ke segala arah. Suhu panas di atas normal. Maafkan untuk sejenak saja, biarkan aku sendiri saat seperti ini, aku tak ingin melampiaskan pada orang lain yang bisa saja menjadi objek kekesalanku. Sendiri. Dan mulai menggoreskan letupan kekesalan di atas kertas digital alias blog pribadi.

Cukup sudah! Letupan ini cukup keluar pada saat ini saja. Masih banyak yang harus kulakukan. Aku bingung adakah yang salah dengan diriku? Ataukah orang yang lain yang salah? Yang jelas tak ada yang mau disalahkan! Tapi, dengan memberanikan diri, kuakui AKU SALAH! Dan segera kuperbaiki semua ini sebelum penyesalan datang di akhir kesadaran.

Dia! Dia yang memilihku, dia yang memintaku hadir di setiap ia melangkah. Dia yang membuatku masuk ke dalam jalan berliku ini. Dengan bujukan yang ampuh, dia pun berhasil meyakinkanku untuk menemaninya. Namun, kuakui. Adakah aku berjalan di sampingnya saat ia ada? Tidak, aku berjalan di belakangnya. Yang kusadari saat bersamanya, aku merasa lemah dianggap tak berharga, dia lebih unggul, pernah aku berusaha merendahkan hati dan membesarkan jiwaku untuk mengujinya seberapa jauh ia memahamiku. Nyatanya… Tak pernah ada kesepahaman. Ia hanya menganggap akulah yang bersalah, aku yang keliru. Cukup! Sampai kapan terus begini…

Jelas aku kecewa. Tapi, untuk apa aku kecewa berlarut-larut. Dia sudah pergi, tanpa alasan yang jelas. Tanpa memberiku pernyataan yang cukup untuk mewakili kepergiannya. Dan itu semakin meninggalkan kekecewaan yang mendalam. Menghindar dan mundur dengan teratur. Membuat kepercayaanku padanya semakin luntur. Satu sisi aku ingin meminta kejelasan darinya yang membuatku posisi seperti ini. Satu sisi, aku pun lelah jika terus memintanya kembali. Kalaupun ia kembali, apa yang bisa ia lakukan untukku. Sanggupkah menyembuhkan kekecewaan yang telah lama tumbuh. Namun, aku selalu menutup benih kebencian yang mulai tumbuh di hati ini dengan harapan untuk bertahan. Bertahan dalam kondisi seperti ini. Karena aku tak ingin bernafas dalam desah prasangka, belenggu kebencian yang mengotori diri.

Sekali saja, kuluapkan rasa yang tengah bergejolak dalam dada. Rasa yang menjadi representasi diri saat tenggelam dalam kekecewaan. Biarkan kata-kata ini mengalir seiring kekesalan yang meletup. Kini aku tengah kehilangan semangat… Semoga dapat kuredam dengan harapan dan energi baru.

1 Comments Add yours

  1. lkjlkjfd berkata:

    tong seer teuing di pikiran….

    Suka

Silahkan komentar, senang bisa berbagi :-)